MBAH TOHARI'S FAMILY

Komunitas Keluaraga Eyang Anom Sari

Sabtu, 16 Maret 2019

Tentang Sugih Ngelmu, Bondo lan Kuwoso Jiwo Pandhita

Dalam tulisan kali inj perlunya kita mendadar diri agar bisa sugih ngelmu, sugih bondo, lan sugih kuwoso, agar punya daya untuk mengabdi pada Ibu Pertiwi. 

Dalam tulisan kali ini, perlulah saya jelaskan, khususnya menyangkut istilah sugih bondo lan sugih kuwoso, agar tidak terjadi kesalahpahaman, seolah saya menganjurkan agar para spiritualis menjadi manusia materialistis dan haus kekuasaan.

Menyangkut sugih bondo, mengapa ia perlu menjadi titik tekan? Sederhana jawabannya: 
Saat ini, negeri perlu dibangun, tak hanya oleh aktor pemerintah, tapi juga oleh masyarakat, agar semakin banyak orang bisa mengecap kesejahteraan. Dalam membangun negeri ini, tentu saja, kita tak bisa hanya bermodalkan ilmu, tapi juga harus memiliki kekuatan finansial, sebagai modal pembangunan. 

Contoh:
Ketika kita masuk ke desa tertinggal dengan banyak warga miskin, apakah cukup jika kita di situ hanya datang untuk memberikan nasihat? Tentu tidak! Kita harus hadir dengan strategi pemberdayaan yang canggih, plus keberadaan dana untuk menunjang aksi kita, baik untuk menolong saat mereka punya kebutuhan mendesak, maupun untuk memberdayakan mereka agar mereka mandiri.

Setelah saya merenungkan pola ini, saya menemukan bahwa itu kurang ideal. Akan lebih baik jika kita membangun negeri ini, dengan kekuatan dana kita sendiri, bukan memintap-minta kepada pihak asing. 

Nah, proses penggemblengan diri agarsugih bondo, diarahkan untuk menjadikan diri kita sugih ning ora semugih (ora rumongso nduweni, atau dalam bahasa lain,sugih ning ora numpuk bondo). 

Kita perlu sugih, perlu punya kekayaan, agar hidup sejahtera. 

Akan tetapi, itu bukan untuk kepuasan diri semata, dengan menumpuk harta benda termasuk yang tidak perlu, tapi sebaliknya, agar kita bisa memberi kesejahteraan pada keluarga dan orang-orang dekat kita, serta bisa menolong sesama.

Dan perilaku sugih ning ora semugih, dengan nyata bisa saya lihat diteladankan oleh guru saya. Dengan harta yang berlimpah, guru saya tidak terikat dengan hartanya, tidak pelit, dan bisa menolong banyak orang.

Untuk mencapai tataran sugih bondo tersebut, tentu saja, bukan melalui persekutuan dengan entitas metafisik/ energi negatif – yang dikenal dengan istilah pesugihan. 

Tapi, justru melalui kewirausahaan, melalui pengembangan bisnis, yang selaras dengan jalan dharma, ditunjang dengan upaya pembangkitan kekuatan di dalam diri, sehingga diri kita malah “dikejar rejeki”. 

Seperti dipaparkan secara saintifik oleh Rhonda Byrne dalam The Secret, sesungguhnya kita bisa membangun energi diri yang berfungsi sebagai penarik anugerah termasuk berupa rejeki berlimpah. 

Dan ngelmu Jowo yang setara atau lebih powerfull ketimbang teori The Secret jelas melimpah dan itu tak ada kaitannya dengan energi negatif!

Demikian juga, konsep sugih kuwoso bukan berarti menganjurkan agar kita haus kekuasaan, dan menghalalkan semua cara untuk meraihnya. 

Konsep ini sebetulnya mengarahkan kita untuk menumbuhkan jiwa ksatria, jiwa kepemimpinan. 

Melalui pendadaran jiwa yang panjang, pada akhirnya, kita akan memiliki kualitas menjadi seorang pemimpin. 
Karena pemimpin yang sejati dan layak diikuti hanyalah yang berjiwa pandhita
Dia telah bertemu dengan diri sejatina dan harmoni dengan semesta. 
Saat seseorang telah mencapai tataran satria pinandhita yang sejati, secara alami dia akan jadi pemimpin. 
Dan melalui kuwoso atau jabatan sebagai pemimpin, kita bisa mengabdi pada Ibu Pertiwi, mengayomi dan melayani masyarakat banyak.

Saya mendapatkan contoh nyata, guru saya, justru sering bersikap melayani, tak hanya mengayomi. 

Keadaan yang powerfull, bukan alasan untuk bersikap tirani dan lalim, tapi justru menjadi faktor pendukung untuk memberi manfaat pada sesama lewat perilaku welas asih. 

Dalam kondisi negara saat ini yang telah rusak-rusakan, dibutuhkan kehadiran semakin banyak satrio pinandhita untuk menjadi negarawan, agar jabatan di negeri ini, benar-benar menjadi anugerah bagi rakyat. 
Dan untuk bisa meraih jabatan di negeri ini, seorang satria pinandhita tidak melakukan kampanye murahan dan pencitraan kosong, tapi melalui aksi nyata yang memberdayakan rakyat, dan dengan itu, secara alami rakyat menerima kepemimpinannya. 

Dan begitu jabatan dipegang, karya yang lebih besar dan berdampak luas, bisa dilaksanakan.

Demikian yang bisa saya sampaikan saat ini, sampai jumpa dalam tulisan berikutnya.

Rahayu sagung dumadi.

Sikilas Babat Dalem Majapahit

Babad Dalem Majapahit- Diceritakan Ida Pandita Hindu yang bergelar Usman Aji dan Ajisaka diutus oleh Ratu Hindu yang bernama Raja Ista...