MBAH TOHARI'S FAMILY

Komunitas Keluaraga Eyang Anom Sari

Sabtu, 26 Januari 2019

Legenda Patung Macan Ketawa Di Kota Boyolali

Sebagai kawasan penghasil susu sapi, tak heran di sejumlah tempat di Kabupaten Boyolali, Jateng, dibangun patung sapi sebagai identitas daerah. Namun di Simo, Boyolali, terdapat patung macan atau harimau. Sebagian orang mengatakan ekspresi macan di patung tersebut terkesan ramah dan tertawa ngakak.

Lokasinya di pertigaan depan kantor kecamatan, di ruas jalan Madu atau Simo - Klego. Patung tersebut berada di sebuah tugu di tengah jalan simpang tiga. Posisi macan tampak sedang duduk menghadap ke selatan, seakan menyambut pendatang yang dari arah Boyolali.

Diatasnya terdapat 5 kerucut dimana satu kerucut yakni yang paling tengah atau yang paling besar dibangun mirip stupa candi. Di bawahnya di 4 sisi terdapat lubang bulat untuk menaruh jam. Namun kini tinggal dua jam saja yang ada, itu pun sudah tidak berfungsi alias mati.

Sekilas tidak ada yang aneh dari tugu maupun patung macan tersebut. Patung macan duduk diantara empat tiang yang menyangga mahkota tugu setinggi sekitar 7 meter tersebut. Patung macan dalam posisi duduk jongkok menghadap ke selatan dengan mulut menganga.

Mulut patung menganga itulah yang dinilai oleh sebagian orang jadi terkesan lucu. Mungkin juga kesan lucu itu muncul setelah khalayak ramai memperbincangkan patung macan lucu di Cisewu, Garut, Jabar. Kini giliran patung macan di Simo yang mendapat giliran 'ditertawakan'.

Patung harimau ini berada di pertigaan utama Kota Kecamatan Simo, Boyolali. Saat melintas, saya tersenyum melihat roman mukanya yang ramah dan bukan seram. 

Patung macan atau harimau di pertigaan depan kantor Kecamatan Simo, Boyolali, bukan dibangun tanpa alasan. Demikian juga dengan bentuk mulut menganga yang kini dikesankan orang seperti sedang tertawa terbahak. 

Namun tidak melihat kesan tertawa terbahak di wajah patung macan itu. Memang patung macan itu menangkap kesan ramah dari ekspresi patung, namun mulut macan yang menganga itu menurutnya adalah ekspresi macan mengaum.

Patung macan tidak harus menakutkan, malah terlihat ramah. Dibuat dengan mulut yang terbuka itu menggambarkan macan sedang mengaum. Itu kan dikaitkan dengan penamaan daerah ini yang bersumber dari suara auman macan.
Patung macan dengan mulut menganga itu adalah ekspresi bentuk fisik mulut yang sedang mengaum. Mulut macan yang terbuka itu menggambarkan macan yang sedang mengaum. Sejarahnya memang seperti itu, nama Simo dari suara auman macan.

Pembuatan tugu macan itu sebagai tetenger (penanda) bahwa itu daerah Simo. Mengingatkan tentang asal-muasal penamaan daerah ini.
Simo adalah nama salah satu nama kecamatan di Boyolali. Kata Simo atau sima dalam bahasa Jawa artinya adalah macan atau harimau. Dalam cerita rakyat setempat, daerah tersebut dinamai Simo terkait perjalanan Sunan Kudus dari Pengging, Boyolali, menuju Kesultanan Demak.

Dikisahkan bahwa pada suatu saat, Sunan Kudus diutus oleh Sultan Demak untuk menemui Kebo Kenongo di Peggging yang menolak menghadap ke Kesultanan. Sunan Kudus pun tiba di Pengging disambut ramah oleh Kebo Kenongo, yang tak lain adalah ayah Joko Tingkir tersebut.
Namun Kebo Kenongo tetap bersikukuh menolak menghadap sultan karena masih masygul dengan hukuman mati terhadap gurunya, Syeh Siti Jenar, oleh pihak kesultanan. Padahal pesan dari Sultan Demak kepada Sunan Kudus sangat jelas; bawa menghadap, baik secara suka-rela maupun dipaksa.

Perselisihan terjadi. Terdorong rasa hormatnya kepada sang wali, Kebo Kenongo enggan melawan. Dia bahkan menunjukkan titik kelemahan tubuhnya yang bisa menyebabkan kematian jika tergores senjata. Sang Sunan menusuk titik lemah itu sehingga Kenongo menemui ajal. Keluarga maupun warga desanya tak mengetahui peristiwa itu karena kejadiannya di ruangan khusus.

Sunan dan pengikutnya lalu kembali ke Demak melewati jalur Kali Cemoro. Dia sempat bermalam di sebuah lembah di pinggiran sungai. Namun pagi harinya dia mendapatkan kabar bahwa ribuan rakyat Pengging memburunya karena tidak terima setelah mengetahui Sunan Kudus telah membunuh pemimpin mereka.

Merasa kalah jumlah personel, Sunan Kudus kemudian menabuh sebuah bendhe atau gong kecil. Suara yang muncul dari bendhe tersebut bukan layaknya suara nada musik gong, namun lebih meyerupai auman macan yang sedang marah. Bendhe itu terus dibunyikan sembari terus menjauh dari kejaran. 

Rakyat Pengging juga menjadi ciut nyali mendengar suara auman macan. Mereka akhirnya memilih mengurungkan niat menuntut balas kepada sang sunan, karena khawatir akan dihadang atau berhadapan dengan macan yang sedang mengamuk.

Setelah kejadian itulah maka nama daerah tersebut terkenal dengan sebutan Simo. Sedangkan tempat Sunan Kudus pernah bermalam selanjutnya disebut Simo Walen, karena pernah disinggahi sebagai seorang wali.
☆☆☆☆☆

Sikilas Babat Dalem Majapahit

Babad Dalem Majapahit- Diceritakan Ida Pandita Hindu yang bergelar Usman Aji dan Ajisaka diutus oleh Ratu Hindu yang bernama Raja Ista...