Majapahit kerajaan besar yang membentang dari ujung utara Sumatera, Selat Malaka hingga ke Papua mulai melemah akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan Perang Paregreg (1401-1406 M).
Akibat Perang inilah Kerajaan Majapahit dibawah jurang kehancuran.
Sehingga kurang melakukan pengawasan terhadap beberapa kerajaan yang sebelumnya berada di bawah panji Majapahit yang kemudian mulai melepaskan diri.
Misalnya, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut Kerajaan China, lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit.
Kemudian lepas pula daerah Brunei yang terletak di Pulau Kalimantan sebelah utara. Hal ini diperparah dengan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi setelah Perang Paregreg. Akibatnya perekonomian dan arus perdagangan Kerajaan Majapahit menjadi menurun.
Disaat yang sama penguasa Kekhalifahan Turki Utsmani Sultan Muhammad I (1394-1421 M) mulai mengirimkan misi dakwah Islam yang berjumlah sembilan tokoh ke Tanah Jawa yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim pada 1404 M. Sembilan tokoh yang kemudian disebut Wali Songo angkatan pertama ini kemudian mendarat di Gresik.
Wali Songo angkatan pertama maisng-masing, Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik; berasal dari Turki yang merupakan ahli mengatur negara dan berdakwah di Jawa bagian timur. Kedua Maulana Ishak berasal dari Samarkand dekat Bukhara-Uzbekistan/ Rusia.
Dia ahli pengobatan, setelah tugasnya di Jawa selesai Maulana Ishak pindah ke Samudera Pasai dan wafat di sana. Ketiga Syekh Jumadil Qubro, berasal dari Mesir. Dia berdakwah keliling, makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Selanjutnya Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko, dia berdakwah keliling, wafat tahun 1465 M, makamnya di Jatinom Klaten, Jawa Tengah.
Lalu Maulana Malik Isroil berasal dari Turki, ahli mengatur negara, wafat 1435 M, makamnya di Gunung Santri. Kemudian, Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal dari Persia Iran, ahli pengobatan, wafat 1435 M, makamnya di Gunung Santri.
Ke tujuh Maulana Hasanuddin berasal dari Palestina berdakwah keliling, wafat pada 1462 M dan makamnya disamping Masjid Banten Lama. Maulana Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling, wafat pada 1462 M, makamnya disamping Masjid Banten Lama.
Yang terakhir Syekh Subakir, berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang dihuni jin-jin jahat.
Setelah banyak tempat yang ditumbali (dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia pada 1462 M dan wafat di sana.
Setelah sampai di Tanah Jawa Syekh Maulana Malik Ibrahim mulai berdakwah dengan mengajak Prabu Brawijaya V raja Majapahit kala itu untuk memeluk Islam.
Prabu Brawijaya (lahir: ? - wafat: 1478) atau kadang disebut Brawijaya V adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, yang memerintah sampai tahun 1478.
Tokoh ini nyata dan sangat legendaris. Prabu Brawijaya sering dianggap sama dengan Bhre Kertabhumi, yaitu nama yang ditemukan dalam penutupan naskah Pararaton.
Namun pendapat lain mengatakan bahwa Brawijaya cenderung identik dengan Dyah Ranawijaya, yaitu tokoh yang pada tahun 1486 mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kediri, setelah berhasil menaklukan Bhre Kertabhumi.
Sementara itu Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya adalah Angkawijaya, putra Prabu Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu.
Mertawijaya adalah nama gelar Damarwulan yang menjadi raja Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati Blambangan.
Nasib tragis yang dialami Prabu Brawijaya V, setelah runtuhnya kejayaan Majapahit akibat konflik internal keluarga kerajaan serta tumbuhnya Kerajaan- Islam di tanah air Nusantara.
Babad Tanah Jawi menyebut nama asli Brawijaya adalah Raden Alit.
Prabu Brawijaya V naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung, dan kemudian memerintah dalam waktu yang sangat lama, yaitu sejak putra sulungnya yang bernama Arya Damar belum lahir, sampai akhirnya turun takhta karena dikalahkan oleh putranya yang lain, yaitu Raden Patah yang juga saudara tiri Arya Damar.
Prabu Barawijaya V sempat melarikan diri dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan jalan bertapa moksa.
Brawijaya memiliki permaisuri bernama Ratu Dwarawati, seorang muslim dari Campa dan jumlah selirnya banyak sekali.
Dari mereka, antara lain, lahir Arya Damar bupati Palembang, Raden Patah bupati Demak, Batara Katong bupati Ponorogo, serta Bondan Kejawan leluhur raja-raja Kesultanan Mataram.
Namun versi lain mengisahkan bahwa Prabu Brawijaya V adalah pemeluk agama Buddha.
Diakhir hidupnya sebagai Raja, Prabu Brawijaya V meminta tolong kepada Sunan Kalijaga yang merupakan cucunya sendiri agar mau mengislamkannya.
Setelah menjadi mualaf, ia pun melanjutkan tapabrata tingkat akhir, mengasingkan dirinya di dalam goa gunung lawu dan dikabarkan ia berhasil mencapai moksa, karena jasad dan kuburannya tidak pernah ditemukan.
Meskipun kisah hidupnya dalam naskah babad dan serat terkesan khayal dan tidak masuk akal, namun nama Brawijaya sangat populer, terutama di daerah Jawa Timur.
Hampir setiap kota di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur menggunakan Brawijaya sebagai nama jalan.
Nama Brawijaya juga diabadikan menjadi nama suatu perguruan tinggi negeri di Kota Malang, yaitu Universitas Brawijaya.
Juga terdapat Museum Brawijaya di kota Malang dan Stadion Brawijaya di Kediri.
Di samping itu kesatuan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang meliputi daerah Jawa Timur dikenal dengan nama Kodam V/ Brawijaya.
Kehancuran Kerajaan Majapahit Di Perang Paragreg
Perkembangan agama Islam di Tanah Jawa yang pesat melahirkan masyarakat yang bersifat demokratis dan tidak mau mengakui kekuasaan raja Majapahit sebagai kekuasaan dewa.
Kehidupan agama Islam menggoncangkan sendi-sendi kehidupan keagamaan dan kepercayaan pada masyarakat Majapahit, yang masih menganut agama Hindu.
Sehingga para adipati yang beragama Islam membebaskan diri dan tidak tunduk lagi pada perintah-perintah raja Majapahit.
Pada masa yang hampir bersamaan di Tiongkok pada masa Dinasti Ming juga telah berdiri kekuasan Islam.
Bahkan Kekaisaran Tiongkok ini mengirimkan misi ke Tanah Jawa yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.
Laksamana Cheng Ho bersama 27.000 pasukannya sempat singgah di Gresik pada 1406 M.
Pada saat singgah di Tanah Jawa ini sekitar 170 pasukan Laksamana Cheng Ho tewas dibunuh prajurit Majapahit yang salah paham saat akhir Perang Paregreg.
Akibatnya Kaisar China meminta raja Majapahit yang berkuasa harus membayar ganti rugi 60.000 tahil. Hal ini juga berakibat fatal bagi Majapahit karena kehilangan wibawa dengan kerajaan bawahan.
Faktor lain yang membuat kemunduran Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, karena banyak berdiri Kerajaan yang bercorak Islam seperti:
- Kesultanan Samudra Pasai di Aceh,
- Kesultanan Malaka,
- Kesultanan Ternate,
- Tidore dan
- Gowa Tallo
Kerajaan tersebut yang notabene adalah bekas wilayah kekuasaan Majapahit.
Puncaknya Kesultanan Demak Bintoro yang berdiri di Jawa Tengah dan menggantikan kekuasaan Majapahit di Tanah Jawa.
Karena Pendiri Kerajaan Demak Raden Patah dianggap sebagai putra Majapahit terakhir.
Karena itu, sejumlah kerajaan pengikut Majapahit mulai meninggalkan Kerajaan Hindu terbesar ini untuk bergabung dengan Demak Bintoro.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit juga disebabkan tidak adanya tokoh besar seperti:
- Raja Hayam Wuruk dan
- Patih Gajah Mada
yang dapat mempersatukan keluarga kerajaan dan kerajaan bawahan serta mempertahankan wilayah yang sangat luas.
Diakhir kekuasaannya sang raja yang bernama Bre Kertabhumi ini akhirnya konon memutuskan menjadi mualaf (masuk Islam) setelah mendapat nasihat dari Sunan Kalijaga.
Sebelum menjadi mualaf, Prabu Brawijaya V juga pernah menyatakan akan memeluk agama Islam saat menjamu tamunya Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain di Istana Majapahit saat masih berkuasa.
Kedua tamunya itu datang untuk mengenalkan agama Islam kepadanya, dalam rombongan itu ada Dewi Sari, putri Raja Cermain yang cantik jelita.
Mendengar penjelasan para tamunya, Brawijaya V pun bersedia menjadi mualaf asalkan bisa menikahi Dewi Sari yang berwajah cantik dan elok.
Sang Prabu Brawijaya V kala itu seperti tertusuk belati yang tajam ketika pandangan matanya tertuju kepada Dewi Sari yang mengenakan pakaian kerudung.
Sehingga pengetahuan mengenai Islam yang disampaikan Syekh Maulana Malik Ibrahim ulama besar asal Turki itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
Syekh Maulana Malik Ibrahim ketika itu langsung menasihati Raja Majapahit tersebut agar mengurungkan niatnya menjadi pemeluk Islam.
Tuan Prabu Brawijaya, dalam agama Islam terdapat suatu ajaran dilarang mencampuradukkan antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Kami justru merasa kasihan dengan prabu jika dalam memeluk Islam merasa terpaksa lantaran berkeinginan dapat mengawini Dewi Sari.
Diakhir kekuasaannya sang raja yang bernama Bre Kertabhumi ini akhirnya konon memutuskan menjadi mualaf (masuk Islam) setelah mendapat nasihat dari Sunan Kalijaga.
Sebelum menjadi mualaf, Prabu Brawijaya V juga pernah menyatakan akan memeluk agama Islam saat menjamu tamunya Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain di Istana Majapahit saat masih berkuasa.
Kedua tamunya itu datang untuk mengenalkan agama Islam kepadanya, dalam rombongan itu ada Dewi Sari, putri Raja Cermain yang cantik jelita.
Mendengar penjelasan para tamunya, Brawijaya V pun bersedia menjadi mualaf asalkan bisa menikahi Dewi Sari yang berwajah cantik dan elok.
Sang Prabu Brawijaya V kala itu seperti tertusuk belati yang tajam ketika pandangan matanya tertuju kepada Dewi Sari yang mengenakan pakaian kerudung.
Sehingga pengetahuan mengenai Islam yang disampaikan Syekh Maulana Malik Ibrahim ulama besar asal Turki itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
Syekh Maulana Malik Ibrahim ketika itu langsung menasihati Raja Majapahit tersebut agar mengurungkan niatnya menjadi pemeluk Islam.
Tuan Prabu Brawijaya, dalam agama Islam terdapat suatu ajaran dilarang mencampuradukkan antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Kami justru merasa kasihan dengan prabu jika dalam memeluk Islam merasa terpaksa lantaran berkeinginan dapat mengawini Dewi Sari.
kata Syekh Maulana Malik Ibrahim seperti dikutip dalam buku Buku Brawijaya Moksa, karya Wawan Susetya.
Biarlah kami berdakwah kepada siapa saja yang mau menerima agama Islam dengan tulus dan ikhlas.
Biarlah kami berdakwah kepada siapa saja yang mau menerima agama Islam dengan tulus dan ikhlas.
jelas Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Lalu rombongan ulama asal Turki tersebut akhirnya pamit pergi meninggalkan Majapahit tanpa membawa hasil.
Upaya untuk mengislamkan Prabu Brawijaya V ini pun juga dilakukan keluarganya sendiri mulai dari permaisurinya, Ratu Dewi Dwarawati yang merupakan seorang muslimah hingga anak-anaknya sendiri dan para selirnya yang beragama Islam.
Sang permaisuri Ratu Dewi Dwarawati yang mempunyai anak, yaitu:
Lalu rombongan ulama asal Turki tersebut akhirnya pamit pergi meninggalkan Majapahit tanpa membawa hasil.
Upaya untuk mengislamkan Prabu Brawijaya V ini pun juga dilakukan keluarganya sendiri mulai dari permaisurinya, Ratu Dewi Dwarawati yang merupakan seorang muslimah hingga anak-anaknya sendiri dan para selirnya yang beragama Islam.
Sang permaisuri Ratu Dewi Dwarawati yang mempunyai anak, yaitu:
- Ratu Ayu Handayaningrat,
- Dewi Chandrawati,
- Raden Jaka Peteng,
- Raden Gugur (Sunan Lawu Argopura) dan
- Panembahan Brawijaya Bondhan Surati
selalu berulang kali mengajak Brawijaya V untuk memeluk Islam tapi selalu gagal.
Bahkan menantu sang raja yang tergolong ulama besar Raden Rahmat alias Sunan Ampel (Suami Dewi Chandrawati) juga tak mampu meluluhkan ketegaran Brawijaya V untuk mempertahankan agama lamanya.
Selain itu ulama besar dari Bukhara (Rusia Selatan) Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra juga pernah mencoba berdakwah kepada sang Raja Majapahit, namun tetap saja tidak berhasil.
Termasuk upaya yang dilakukan putra mahkotanya sendiri Raden Arya Damar (Adipati di Palembang) yang juga gagal mengislamkan Brawijaya V.
Adalah Pangeran Jimbun alias Raden Patah anak Brawijaya V dari selir Dewi Kian yang sangat peduli terhadap ayahandanya.
Raden Patah juga kerap berdakwah kepada kanjeng Ramanya tetapi tetap saja berulang kali mengalami kegagalan.
Konon ketegaran Prabu Brawijaya juga disebabkan saktinya dua penasihatnya, yaitu:
- Sabda Palon dan
- Naya Genggong
yang selalu mendampinginya dan mencegahnya untuk masuk Islam.
Namun, Raden Patah tidak kurang akal, kebetulan dia, memiliki penasihat di Keraton Demak Bintoro yaitu Sunan Kalijaga yang memiliki karomah luar biasa sehingga dapat diandalkan dalam memberikan pencerahan mengenai Agama Islam kepada Brawijaya V.
Kebetulan Sunan Kalijaga adalah menantu Sunan Ampel karena menikahi Dewi Khafshah, putri Sunan Ampel dengan Dewi Chandrawati. Dengan Demikian Sunan Kalijaga juga masih cucu Sang Prabu Brawijaya V.
Lalu diutuslah Sunan Kalijaga ke tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya V di Gunung Lawu yang terkenal angker dan banyak dihuni makhluk halus tersebut.
Dalam Serat Darmoghandhul disebutkan bahwa Sunan Kalijaga ketika berdakwah menggunakan bahasa yang penuh metafora, simbolis atau pelambang kepada Prabu Brawijaya V.
Yakni dengan mengonteksualkan syariat, tarekat, hakikat, makrifat dengan persenggamaan antara suami istri.
Hal in bukan dimaksudkan menghina agama Islam, tetapi hanya dimaksudkan sebagai siasat agar Sang Prabu Brawijaya V berkenan mengucapkan dua kalimah syahadat. Karena prinsip utama dalam rukun Islam adalah syahadat.
Selain itu karena karomah Sunan Kalijaga kedua penasihat Brawijaya V, Sabda Palon dan Naya Genggong yang terkenal sakti mandraguna dan dapat menggerakan prajurit siluman menjadi tidak berdaya dihadapan Sunan Kalijaga.
Kemudian Prabu Brawijaya V mengisyarakatkan keinginannya untuk menjadi pemeluk Islam kepada Sunan Kalijaga.
Namun, Raden Patah tidak kurang akal, kebetulan dia, memiliki penasihat di Keraton Demak Bintoro yaitu Sunan Kalijaga yang memiliki karomah luar biasa sehingga dapat diandalkan dalam memberikan pencerahan mengenai Agama Islam kepada Brawijaya V.
Kebetulan Sunan Kalijaga adalah menantu Sunan Ampel karena menikahi Dewi Khafshah, putri Sunan Ampel dengan Dewi Chandrawati. Dengan Demikian Sunan Kalijaga juga masih cucu Sang Prabu Brawijaya V.
Lalu diutuslah Sunan Kalijaga ke tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya V di Gunung Lawu yang terkenal angker dan banyak dihuni makhluk halus tersebut.
Dalam Serat Darmoghandhul disebutkan bahwa Sunan Kalijaga ketika berdakwah menggunakan bahasa yang penuh metafora, simbolis atau pelambang kepada Prabu Brawijaya V.
Yakni dengan mengonteksualkan syariat, tarekat, hakikat, makrifat dengan persenggamaan antara suami istri.
Hal in bukan dimaksudkan menghina agama Islam, tetapi hanya dimaksudkan sebagai siasat agar Sang Prabu Brawijaya V berkenan mengucapkan dua kalimah syahadat. Karena prinsip utama dalam rukun Islam adalah syahadat.
Selain itu karena karomah Sunan Kalijaga kedua penasihat Brawijaya V, Sabda Palon dan Naya Genggong yang terkenal sakti mandraguna dan dapat menggerakan prajurit siluman menjadi tidak berdaya dihadapan Sunan Kalijaga.
Kemudian Prabu Brawijaya V mengisyarakatkan keinginannya untuk menjadi pemeluk Islam kepada Sunan Kalijaga.
Ngger Kalijaga, sebelum aku memeluk Agama Islam, tolonglah potong rambutku ini.
kata Brawijaya kepada Sunan Kalijaga.
Melihat permintaan itu, Sunan Kalijaga masih memantapkan niat Raja Majapahir tersebut dengan berkata,
Melihat permintaan itu, Sunan Kalijaga masih memantapkan niat Raja Majapahir tersebut dengan berkata,
Wahai Gusti Prabu, jika Gusti Prabu meminta dipotong rambutnya, maka hendaknya berniat lahir dan batin akan mengucapkan kalimah syahadat yang berarti masuk Islam. Sebab, jika niat Gusti Prabu hanya lahirnya saja, tentu rambut Gusti Prabu tidak mempan saya potong.
ujar Kalijaga.
Karena sebagai Raja Majapahit yang gemar melakukan tapa brata Sang Prabu dikenal sakti mandraguna.
Kamu masih belum percaya padaku, Ngger Said, percayalah aku benar-benar telah lahir dan batin berniat memeluk agama Islam.
ujar Prabu Brawijaya.
Lalu Sunan Kalijaga berhasil mencukur rambut Sang Prabu Brawijaya V.
Setelah itu Sang Prabu mandi besar sebagai isyarat kesungguhan memeluk Islam.
Sunan Kalijaga pun membimbing Prabu Brawijaya V untuk mengucapkan kalimah syahadat.
Dengan mengucapkan kalimah syahadat berarti Sang Prabu benar-benar telah memeluk Agama Islam.
Masuknya Islam Prabu Brawijaya V di depan Sunan Kalijaga tidak urung menyebabkan kemurkaan Sabda Palon dan Naya Genggong.
Namun keduanya tidak bisa berbuat banyak dihadapan Sunan Kalijaga.
Kedua penasihat spritual ini pun kemudian pergi meninggalkan Prabu Brawijaya V dengan mengeluarkan kutukan bahwa mereka akan kembali menguasai tanah Jawa 500 tahun lagi.
Setelah kepergian Sabda Palon dan Naya Genggong, maka Prabu Brawijaya V benar-benar menjalankan syariat Islam yang diajarkan Sunan Kalijaga.
Dalam pergulatannya menjalankan spiritual, konon Sang Prabu Brawijaya V sampai mengalami moksa, yakni hilang beserta raganya.
☆☆☆☆☆
117 Keturunan Brawijaya
Raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, memiliki 117 orang putera-puteri dari beberapa isteri dan banyak selir.
Permaisuri maupunselir-selir itu kebanyakan adalah upeti dari kerajaan atau penguasa lain yang tunduk atau mengakui eksistensi Majapahit.
Tentu saja jumlahnya banyak sekali, mengingat luasnya wilayah Majapahit dan banyaknya negeri lain yang mengakui eksistensi Majapahit.
Sebagai raja tentu saja sang Prabu tidak mungkin bisa menolak upeti atau persembahan yang cantik-cantik tersebut.
Selain bisa mencederai persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga tak baik menolak persembahan dari daerah-daerah taklukan.
Permaisuri maupunselir-selir itu kebanyakan adalah upeti dari kerajaan atau penguasa lain yang tunduk atau mengakui eksistensi Majapahit.
Tentu saja jumlahnya banyak sekali, mengingat luasnya wilayah Majapahit dan banyaknya negeri lain yang mengakui eksistensi Majapahit.
Sebagai raja tentu saja sang Prabu tidak mungkin bisa menolak upeti atau persembahan yang cantik-cantik tersebut.
Selain bisa mencederai persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga tak baik menolak persembahan dari daerah-daerah taklukan.
Banyaknya putera-puteri sang Prabu tersebut, di sisi lain bermanfaat melestarikan kekuasaan untuk wilayah kekuasaan yang begitu luas. Setelah dewasa beberapa putera Brawijaya V diberi jabatan bupati atau adipati dan ditugaskan jadi penguasa di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit. Beberapa anak perempuan dinikahkan dengan penguasa atau anak penguasa lain sebagai tanda pengikatan.
Dengan cara begini diharapkan seluruh wilayah kekuasaan dan seluruh tali persahabatan dengan kerajaan lain bisa terus dikendalikan dan dilestarikan.
Ini membuktikan betapa luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit pada saat itu.
Dengan cara begini diharapkan seluruh wilayah kekuasaan dan seluruh tali persahabatan dengan kerajaan lain bisa terus dikendalikan dan dilestarikan.
Ini membuktikan betapa luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit pada saat itu.
Karena sebagai Raja Majapahit yang gemar melakukan tapa brata Sang Prabu dikenal sakti mandraguna.
Kamu masih belum percaya padaku, Ngger Said, percayalah aku benar-benar telah lahir dan batin berniat memeluk agama Islam,
ujar Prabu Brawijaya.
Lalu Sunan Kalijaga berhasil mencukur rambut Sang Prabu Brawijaya V.
Setelah itu Sang Prabu mandi besar sebagai isyarat kesungguhan memeluk Islam.
Sunan Kalijaga pun membimbing Prabu Brawijaya V untuk mengucapkan kalimah syahadat. Dengan mengucapkan kalimah syahadat berarti Sang Prabu benar-benar telah memeluk Agama Islam.
Masuknya Islam Prabu Brawijaya V di depan Sunan Kalijaga tidak urung menyebabkan kemurkaan Sabda Palon dan Naya Genggong.
Namun keduanya tak bisa berbuat banyak dihadapan Sunan Kalijaga. Kedua penasihat spritual ini pun kemudian pergi meninggalkan Prabu Brawijaya V dengan mengeluarkan kutukan bahwa mereka akan kembali menguasai tanah Jawa 500 tahun lagi.
Setelah kepergian Sabda Palon dan Naya Genggong, maka Prabu Brawijaya V benar-benar menjalankan syariat Islam yang diajarkan Sunan Kalijaga.
Dalam pergulatannya menjalankan spiritual, konon Sang Prabu Brawijaya V sampai mengalami moksa, yakni hilang beserta raganya.
117 Putera-puteri Prabu Brawijaya V :
- Raden Jaka Dilah (Aryo Damar) – dijadikan Adipati Palembang
- Raden Jaka Pekik (Harya Jaran Panoleh) – Adipati Sumenep
- Putri Ratna Pambayun, menikah dengan Prabu Srimakurung Handayaningrat
- Raden Jaka Peteng
- Raden Jaka Maya (Harya Dewa Ketuk) – dijadikan adipati di Bali
- Dewi Manik – menikah dengan Hario Sumangsang Adipati Gagelang
- Raden Jaka Prabangkara – pergi ke negeri sahabat, Cina
- Raden Harya Kuwik – dijadikan Adipati Borneo/ Kalimantan
- Raden Jaka Kutik (Harya Tarunaba) – dijadikan Adipati Makasar
- Raden Jaka Sujalma – jadi adipati Suralegawa di Blambangan
- Raden Surenggana – tewas dalam peristiwa penyerbuan Demak
- Retno Bintara – menikah dengan Adipati Nusabarung, Tumenggung Singosaren
- Raden Patah – dijadikan Adipati & Sultan Demak
- Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng Tarub III – menurunkan raja-raja Mataram Islam
- Retno Kedaton – muksa di Umbul Kendat Pengging
- Retno Kumolo (Raden Ayu Adipati Jipang) – menikah dengan Ki Hajar Windusana
- Raden Jaka Mulya (Raden Gajah Permada)
- Putri Retno Mas Sakti – menikah dengan Juru Paningrat
- Putri Retno Marlangen – menikah dengan Adipati Lowanu;
- Putri Retno Setaman – menikah dengan Adipati Jaran Panoleh di Gawang;
- Retno Setapan – menikah dengan Bupati Kedu Wilayah Pengging, Harya Bangah
- Raden Jakar Piturun – dijadikan Adipati Ponorogo dikenal sebagai Betara Katong
- Raden Gugur – hilang/muksa di Gunung Lawu
- Putri Kaniten – menikah dengan Hario Baribin di Madura
- Putri Baniraras – menikah dengan Hario Pekik di Pengging
- Raden Bondan Surati – tewas “mati obong” di Hutan Lawar Gunung Kidul
- Retno Amba – menikah dengan Hario Partaka
- Retno Kaniraras
- Raden Ariwangsa
- Raden Harya Suwangsa – Ki Ageng Wotsinom di Kedu
- Retno Bukasari – menikah dengan Haryo Bacuk
- Raden Jaka Dandun – nama gelar Syeh Belabelu
- Retno Mundri (Nyai Gadung Mlati) – menikah dengan Raden Bubaran dan muksa di Sendak Pandak Bantul
- Raden Jaka Sander – nama gelar Nawangsaka
- Raden Jaka Bolod – nama gelar Kidangsoka
- Raden Jaka Barak – nama gelar Carang Gana
- Raden Jaka Balarong
- Raden Jaka Kekurih/Pacangkringan
- Retno Campur
- Raden Jaka Dubruk/ Raden Semawung/ Pangeran Tatung Malara
- Raden Jaka Lepih/ Raden Kanduruhan
- Raden Jaka Jadhing/ Raden Malang Semirang
- Raden Jaka Balurd/Ki Ageng Megatsari/Ki Ageng Mangir I
- Raden Jaka Lanangm – dimakamkan di Mentaok Jogja
- Raden Jaka Wuri
- Retno Sekati
- Raden Jaka Balarang
- Raden Jaka Tuka/ Raden Banyak Wulan
- Raden Jaka Maluda/ Banyak Modang – dimakamkan di Prengguk Gunung Kidul
- Raden Jaka Lacung/Banyak Patra/Harya Surengbala
- Retno Rantam
- Raden Jaka Jantur
- Raden Jaka Semprung/Raden Tepas – dimakamkan di Brosot Kulonprogo
- Raden Jaka Gambyong
- Raden Jaka Lambare/ Pecattanda – dimakamkan di Gunung Gambar, Ngawen, Gunung Kidul
- Raden Jaka Umyang/ Harya Tiran
- Raden Jaka Sirih/Raden Andamoing
- Raden Joko Dolok/ Raden Manguri
- Retno Maniwen
- Raden Jaka Tambak
- Raden Jaka Lawu/ Raden Paningrong
- Raden Jaka Darong/ Raden Atasingron
- Raden Jaka Balado/ Raden Barat Ketigo
- Raden Beladu/ Raden Tawangtalun
- Raden Jaka Gurit
- Raden Jaka Balang
- Raden Jaka Lengis/ Jajatan
- Raden Jaka Guntur
- Raden Jaka Malad/ Raden Panjangjiwo
- Raden Jaka Mareng/ Raden Pulangjiwo
- Raden Jaka Jotang/ Raden Sitayadu
- Raden Jaka Karadu/ Raden Macanpura
- Raden Jaka Pengalasan
- Raden Jaka Dander/ Ki Ageng Gagak Aking
- Raden Jaka Jenggring/ Raden Karawita
- Raden Jaka Haryo
- Raden Jaka Pamekas
- Raden Jaka Krendha/ Raden Harya Panular
- Retna Kentringmanik
- Raden Jaka Salembar/ Raden Panangkilan
- Retno Palupi – menikah dengan Ki Surawijaya (Pangeran Jenu Kanoman)
- Raden Jaka Tangkeban/Raden Anengwulan – dimakamkan di Gunung Kidul
- Raden Kudana Wangsa
- Raden Jaka Trubus
- Raden Jaka Buras/ Raden Salingsingan – dimakamkan di Gunung Kidul
- Raden Jaka Lambung/ Raden Astracapa/ Kyai Wanapala
- Raden Jaka Lemburu
- Raden Jaka Deplang/ Raden Yudasara
- Raden Jaka Nara/ Sawunggaling
- Raden Jaka Panekti/ Raden Jaka Tawangsari/ Pangeran Banjaransari dimakamkan di Taruwongso Sukoharjo
- Raden Jaka Penatas/ Raden Panuroto
- Raden Jaka Raras/ Raden Lokananta
- Raden Jaka Gatot/ Raden Balacuri
- Raden Jaka Badu/ Raden Suragading
- Raden Jaka Suseno/ Raden Kaniten
- Raden Jaka Wirun/ Raden Larasido
- Raden Jaka Ketuk/ Raden Lehaksin
- Raden Jaka Dalem/ Raden Gagak Pranala
- Raden Jaka Suwarna/ Raden Taningkingkung
- Raden Rasukrama menikah dengan Adipati Penanggungan
- Raden Jaka Suwanda/ Raden Harya Lelana
- Raden Jaka Suweda/ Raden Lembu Narada
- Raden Jaka Temburu/ Raden Adangkara
- Raden Jaka Pengawe/ Raden Sangumerta
- Raden Jaka Suwana/ Raden Tembayat
- Raden Jaka Gapyuk/ Ki Ageng Pancungan
- Raden Jaka Bodo/ Ki Ageng Majasto
- Raden Jaka Wadag/ Raden kaliyatu
- Raden Jaka Wajar/ Seh Sabuk Janur
- Raden Jaka Bluwo/ Seh Sekardelimo
- Raden Jaka Sengara/ Ki Ageng Pring
- Raden Jaka Suwida
- Raden Jaka Balabur/ Raden Kudanara Angsa
- Raden Jaka Taningkung
- Raden Retno Kanitren
- Raden Jaka Sander (Harya Sander)
- Raden Jaka Delog/ Ki Ageng Jatinom Klaten
Catatan Kehancuran Majapahit
Ada 8 putera Brawijaya V ditugaskan dan berkedudukan di pulau Bali, diiringi oleh banyak punggawa/ abdi dalem dan rakyat pengikutnya.Di tempat tujuan mereka mendirikan kerajaan baru dan di kemudian hari mereka menurunkan para raja Bali.
Kelompok yang pindah ke Bali ini menjadi kelompok yang selamat dari pembasmian, ketika Demak menghancurkan Majapahit, karena tidak terjangkau oleh kejaran lawan politik.
Sementara itu kebanyakan putra-putri Brawijaya V yang lain terpaksa harus menyelamatkan diri dan bertebaran ke berbagai tempat.
Sebagian dari mereka melarikan diri bersembunyi ke hutan atau gunung. Seperti misalnya di Pandak, Bantul, di situ dikenal satu makam Kyai Ewer/ Klewer.
Sebagian dari mereka melarikan diri bersembunyi ke hutan atau gunung. Seperti misalnya di Pandak, Bantul, di situ dikenal satu makam Kyai Ewer/ Klewer.
Dia adalah prajurit Majapahit yang dikejar tentara Demak, bersembunyi di tanah tandus dan bajunya sobek-sobek (pating klewer). Ini yang menguatkan kesimpulan bahwa apa yang dikisahkan dalam Serat Darmagandul, sekalipun serat itu lebih berbentuk sebagai sebuah buku sastra ketimbang buku sejarah, bahwa:
Majapahit memang runtuh oleh Demak
diteruskan dengan pembantaian besar-besaran.
Majapahit runtuh diserbu oleh Raden Patah yang adalah putera Brawijaya V sendiri.
Raden Patah berani melanggar pesan sang eyang, Sunan Ampel, akibat bujukan halus Sunan Kudus dan para sunan yang lain. Apalagi pada waktu itu, Sunan Ampel sudah wafat.
Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa kerajaan Cirebon dan para wali adalah arsitek dan pendukung utama penyerbuan tersebut.
Sedangkan Sang Prabu Brawijaya V konon merasa serba-salah menghadapi puteranya sendiri.
Para prajurit pun menjadi setengah hati dan kurang semangat berperang. Setelah pertempuran yang berkepanjangan, akhirnya Majapahit pun dikalahkan.
Raden Patah berani melanggar pesan sang eyang, Sunan Ampel, akibat bujukan halus Sunan Kudus dan para sunan yang lain. Apalagi pada waktu itu, Sunan Ampel sudah wafat.
Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa kerajaan Cirebon dan para wali adalah arsitek dan pendukung utama penyerbuan tersebut.
Sedangkan Sang Prabu Brawijaya V konon merasa serba-salah menghadapi puteranya sendiri.
Para prajurit pun menjadi setengah hati dan kurang semangat berperang. Setelah pertempuran yang berkepanjangan, akhirnya Majapahit pun dikalahkan.
Paska kemenangan Demak dan para sekutunya, terjadi pembumi-hangusan yang sistematik terhadap kekuatan politik maupun warisan budaya Majapahit.
Peristiwa pembunuhan Ki Ageng Kebo Kenongo oleh Sunan Kudus adalah atas perintah Raden Patah dan ini menjadi salah satu petunjuk akan benarnya kesimpulan tersebut.
Tidak lama setelah Demak menghancurkan Majapahit, maka seluruh pengganggu potensial harus juga disingkirkan, lepas dari mereka benar-benar akan jadi mengganggu atau tidak.
Tidak lama setelah Demak menghancurkan Majapahit, maka seluruh pengganggu potensial harus juga disingkirkan, lepas dari mereka benar-benar akan jadi mengganggu atau tidak.
☆☆☆☆☆