Dia di panggil Si Mada oleh orang-orang sekampungnya di Ranah Minang, karena dia bebal dan lamban (Bahasa Minang Mada = Bebal, lamban).
Ketika dia merantau ke Jawa, Dia dipanggil Gajah Mada, karena badannya yang besar dan kebiasaan orang Jawa waktu itu memakai nama binatang di depan nama orang.
Singkat cerita dia berhasil menjadi Mahapatih di Jawa.
Artinya:
Orang minang yang bebal dan lamban pun bisa menjadi Mahapatih di Jawa, apalagi yang pintar
Cerita diatas hanya seloroh orang-orang padang yang nyari duit di Jawa. Tidak usah diambil hati.
Yang jelas postingan kali ini mengetengahkan apa yang dipercaya orang sebagai tempat Madeg Pandito Gajah Mada, yaitu Madakaripura
Air terjun Madakaripura adalah suatu air terjunyang terletak di Kecamatan Lumbang, Probolinggo.
Air terjun ini adalah salah satu air terjun di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Air terjun Madakaripura berbentuk ceruk yang dikelilingi bukit-bukit yang meneteskan air pada seluruh bidang tebingnya seperti layaknya sedang hujan, 3 di antaranya bahkan mengucur deras membentuk air terjun lagi.
Air terjun ini diberi nama dari Madakaripura, tanah perdikan milik mahapatih Gajah Madadari kerajaan Majapahit.
Nama Madakaripura, konon terkait erat dengan sejarah panjang Kerajaan Majapahit.
Seperti kita tahu, di masa kejayaannya, Hayam Wuruk dan Gajah Mada berhasil menyatukan bumi Nusantara yang membentang dari Wanin hingga Madagaskar.
Gajah Mada yang lihai dalam strategi, diplomasi, dan perang, berhasil meruntuhkan kepercayaan raja-raja Nusantara di masa itu, sehingga mereka mau berucap janji setia dalam naungan Surya Majapahit.
Darimana Gajah Mada mendapat kelebihan itu?
Memang sulit untuk mencari tahu kebenarannya. Tapi di jaman dulu, proses penggemblengan yang harus dijalani seseorang agar memiliki kelebihan khusus mesti melibatkan banyak hal.
Baik penggemblengan fisik, atau non fisik.
Madakaripura dipilih oleh Gajah Mada sebagai tempat bertapa karena berkeyakinan bahwa ini bukan tempat sembarangan.
Dan terbukti, Gajah Muda memperoleh kesaktian dan kepercayaan untuk mempersatukan tanah Nusantara.
Gajah Mada menghabiskan sisa usia juga di sini sampai akhirnya muksa menuju Nirwana atau Moksa (kepercayaan hindu budha).
Moksa berarti sebuah kondisi, ketika seseorang pergi meninggalkan dunia bersama raganya.
Yang bisa melakukan itu hanya orang-orang yang disucikan.
Beberapa raja tanah Jawa juga memasuki tahap penyempurnaan seperti itu, misalnya Sri Aji Jayabaya.
Kalau dalam pewayangan, di antara Pandawa Lima, hanya Puntadewa yang bisa masuk surga bersama raganya,
Tempat Terakhir Nama Madakaripura, lebih tepatnya disebut dengan nama Mada Kari Pura, memiliki arti ‘tempat tinggal terakhir’.
Pengunaan nama ini diambil dari kepercayaan masyarakat sekitar yang mengatakan, disinilah Gajah Mada melewati masa akhir hidupnya.
Beberapa catatan menyebut, setelah perang Bubat yang sangat legendaris itu.
Sang Maha Patih Gadjah Mada mencoba untuk nyepi di sini.
Ia merasa gagal mewujudkan sumpahnya menyatukan Nusantara.
Sehingga menenggelamkan diri dalam kesunyian dan terus berdoa pada Sang Pencipa.
Sampai akhirnya, ia meninggal dunia dalam kesunyian yang tiada tara.
Disaksikan butiran-butiran abadi air terjun yang memantulkan cahaya matahari dan menciptakan pelangi, tangga warna dari Nirwana.
Air yang turun deras dan memantulkan bianglala ini kemudian dikenal sebagai air suci ‘Tirta Sewana’.
Air ini, dipercaya memiliki kelebihan luar biasa sehingga bisa menyembuhan orang sakit dan bisa membuat kita awet muda.
Di luar mitos ini, Madakaripura dikenal sebagai tempat wisata alam terbuka yang menonjolkan daya tarik air terjun dengan ketinggian sekitar 200 meter.
Air terjun ini berkumpul di relung sempit dengan diameter 25 meter.
Kawasan wisata ini berada sekitar 620 meter diatas permukaan air laut, dan terletak di kawasan Tengger, tak jauh dari Bromo.
Tak heran jika beberapa travel agent yang menyiapkan Bromo sebagai daerah tujuan, biasanya juga menyisipkan Madakaripura sebagai tempat tujuan wisata.
Sumber di Madakaripura menyebut, sebenarnya ada lima air terjun di kawasan ini.
Dengan gamblang kita bisa melihat tiga air terjun yang ada.
Sementara dua lainnya, mesti dicari karena tersembunyi di balik air terjun yang lain.
Sementara di tengah tebing, di balik air terjun yang paling besar, terdapat rongga menganga yang melintang secara horisontal.
Penduduk setempat percaya, di lubang inilah Sang Patih Gadjah Mada biasa duduk diam, bersemedi dalam keheningan rasa.