MBAH TOHARI'S FAMILY

Komunitas Keluaraga Eyang Anom Sari

Minggu, 27 Januari 2019

Kaweruh Ngelmu Sejati

Melakukan panembah sejati tidak hanya dalam tata lahir, tetapi juga mencakup kegiatan batin dimana Laku (aktivitas) batin itu disebut dengan ngelmu.

Ada ngelmu yang melulu berurusan dengan sembah kepada Tuhan, ada juga yang untuk memper-kuat diri dalam menjalani hidup di dunia.
Dalam Kejawen banyak jenis ngelmu danlaku, baik yang bersifat lahir (duniawi) maupun yang berurusan dengan keba-tinan, bahkan ada pula yang campuran keduniawian dan kebatinan.

Kawruh Sang Paraning Dumadi dan Memayu Hayuning Bawana disebut Ngelmu Sejati, karena merupakanngelmu (pengetahuan dan kemampuan) yang mengajarkan kedudukan sejati dari hidup manusia di dunia.

Ngelmu sejatimerupakan ngelmu kebatinan (spiritual) yang menuntun manusia memahami asal-usul diciptakan sekaligus tujuannya dan kewajiban yang harus dilaksanakan selama menjalani hidup, sejak diciptakan hingga mati (kembali ke asal-usul).

Sedangkan ngelmu  kebatinan yang tidak berkaitan dengan kawruh sangkan parandan kawruh memayu hayuning bawana disebut Ngelmu Karang.

Yang dimaksud dengan ngelmu karang adalah ngelmu  kebatinan yang umumnya bertujuan untuk mendukung hawa nafsu belaka dalam rangka menikmati keduniawian.

Kenikmatan duniawi itu dalam pepatah Jawa sering disebut dengan:
Kumrubuking iwak, gumrincinge ringgit, lan kumlerape pupu kuning.
Dalam Serat Wedhatama, kenikmatan dunia itu baru dianggap tercapai bila manusia dapat mewujudkan tiga perkara:
  1. Wirya, selalu menjaga kehormatan diri sehingga dapat hidup terhormat di masyarakat.
  2. Arta (Kerta), yaitu berkecukupan harta benda kekayaan
  3. Winasis (arif bijaksana), kaya wawasan dan ilmu penge-tahuan sehingga dapat menjadi tempat belajar, tempat berguru, ngangsu kawruh.
Kalau diperhatikan memang seluruh manusia selalu memiliki keinginan dapat mewujudkan tiga perkara menurut Wedhatama tersebut.

Dan itu memang sah-sah saja karena sesu-ngguhnya di tengah hidup bermasyarakat memang perlu orang-orang yang berambisi seperti itu.

Keberadaan orang kaya diperlukan oleh yang berkekurangan dan menjadi sumber dana masyarakat.

Orang berwatak wirya perlu untuk menjadi pemimpin dan panutan orang banyak, sebab pengertian wirya bukan hanya terhormat lahiriah saja (kajen, jw.), tetapi juga mengandung arti sifat ksatria, sifatperwira di dalam batinnya.

Masyarakat tentunya juga membutuhkan orangwinasis (pandai dan kaya wawasan), karena orang winasis bisa menjadi tempat atau tujuan orang bertanya dan meminta petunjuk dalam menjalani hidup yang baik di dunia.

Apabila manusia sampai tidak memiliki ketiga perkara itu sama sekali, maka disebut:
Lebih Berharga Daun Jati Kering
Artinya:
Memang tidak ada harganya sama sekali. 
Jadi, menurut pendapat si penulis Wedhatama, setiap manusia harus memiliki cita-cita mewujudkan Wirya Arta Winasis.

Hanya saja harus benar dan baik cara mewujudkannya.

Kekayaannya bukan diperoleh dengan cara mencuri (colong jupuk), kehormatannya bukan diperoleh dengan tipu muslihat dan menindas orang lain, kepandaiannya tidak hanya berupa gelar-gelar akademik (apalagi hasil membeli).

Masyarakat membutuhkan orang kerta (kaya) yang gemar menolong, butuh orang wiryayang menga-yomi dan perlu orangwinasis yang memang kepandaiannya itu adalah hasil dari belajar dan pengalaman hidup.

Ada juga yang menerima ajaran Wirya Arta Winasis itu tetapi keliru dalam menerapkannya dan yang diterima hanya kulit-kulitnya saja.

Akhirnya menimbulkan pendapat yang menyim-pang jauh dari maksud si pemberi ajaran.

Mereka sekedar ber-anggapan bahwa manusia memperoleh kemuliaan itu bilakaya, berkuasa, dan pandai.

Tidak peduli lagi bagaimana mewujud-kannya, yang penting secara lahiriah dia terlihat kaya, berkuasa dan pandai.

Dia telah menerapkan cara-cara Machiavellian, MENGHALALKAN SEGALA CARA asal tujuannya tercapai.

Karena ingin cepat kaya, punya kekuasaan dan dianggap orang pandai, lalu jadi ngawur dalam mengejarnya.

Kekayaannya diperoleh dengan mencari pesugihan dan kalau jaman sekarang dengan korupsi.

Ingin menjadi penguasa lalu mencari pertolongan orang-orang sakti dengan membayarnya, atau menggunakan cara-cara premanisme.

Karena ingin dianggap orang pinter, lalu membeli gelar sarjana.

Ngelmu kebatinan yang digunakan untuk mencari pesugihan, aji-aji, gendam, jimat, pusaka dan sebagainya itu dalam Wedhatama dianggap kurang baik, karena dianggap melakukan persekutuan (kekarangan) dengan bangsa gaib seperti yang ter-cantum dalam pupuh Pangkur,pada (bait) 9 berikut:
Kekerane ngelmu karang, kekarangan saking bangsa-ning gaib, iku boreh paminipun, tan rumasuk ing jasad, amung aneng sajabaning daging kulup, yen kapengkok pancabaya, ubayane mbalenjani.
Artinya
  1. Pengaruh atau andalan ngelmu karang itu berteman atau mengadakan perjanjian (minta pertolongan) kepada bangsa gaib. 
  2. Yang seperti itu ibaratnya hanya bedak yang tidak merasuk ke jiwa-raga. 
  3. Tempatnya masih di luar daging. Ketika digunakan untuk menghadapi bahaya, biasanya malah jadi hambar, tidak berdaya guna.
Ngelmu karang yang bersekutu dengan bangsa gaib itu memang tidak dilarang.

Tetapi dianggap kurang baik karena dapat menghambat perjalanan manusia untuk TITIS ING PATI.

Sehingga tidak tercapai tujuan hidup yang sejati, kembali ke haribaan Tuhan.

Sikilas Babat Dalem Majapahit

Babad Dalem Majapahit- Diceritakan Ida Pandita Hindu yang bergelar Usman Aji dan Ajisaka diutus oleh Ratu Hindu yang bernama Raja Ista...